Media Informasi tentang Perkebunan Kelapa Sawit Di Kalimantan Timur

Selasa, 23 September 2008

Faroek: Semua Harus Punya Kebun

kaltimpost Selasa, 23 September 2008

SENGATA-Lahan yang sangat luas di wilayah Kutai Timur, diharapkan oleh Bupati Awang Faroek Ishak dapat dimanfaatkan secara optimal. Bahkan Bupati berkeinginan, kelak semua warga Kutim harus memiliki kebun kelapa sawit maupun komoditas lainnya.

“Pemkab Kutim memprogramkan pembagian lahan kebun untuk setiap kepala keluarga. Termasuk lahan kebun kelapa sawit melalui pola kemitraan yang sedang dikembangkan bersama perusahaan. Nanti, semua harus punya kebun. Tidak ada alasan lagi bahwa rakyat tak punya kebun,” tandas Awang Faroek.

Bupati menyatakan bahwa secara bertahap akan merealisasikan tekadnya agar semua warga memiliki kebun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Alasannya, di Kutim masih banyak lahan produktif dan tanah kosong yang belum dikelola secara profesional dan optimal untuk kemaslahatan warga. Tanah kosong itulah yang akan dibagikan untuk digarap sebagai sumber mata pencaharian guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sehubungan hal itu, Faroek mengharapkan inventarisasi lahan berdasarkan peruntukan harus jelas dan akurat. “Jika peruntukan lahan sudah jelas dan akurat, maka pembagian lahan kepada warga yang layak mendapat perhatian pemerintah mudah dilaksanakan. Jadi komitmen Pemkab Kutim mengenai program redistribusi lahan kepada setiap KK minimal 5 hektare, secara bertahap dapat direalisasikan,” lanjut Faroek.

Untuk tahap awal tiap KK hanya memperoleh lahan seluas 2 hektare. Namun Pemkab Kutim akan terus berupaya mewujudkan program redistribusi lahan dimaksud,

Pada rapat yang dihadiri pihak terkait beberapa hari lalu, terungkap bahwa luas redistribusi lahan yang telah memiliki sertifikat (SK). Redistribusi lahan itu menurut Kepala Dinas Pertanahan Kutim, Noorlansyah, sebagian masuk dalam kebun plasma, dan juga sebagian belum masuk plasma. “Redistribusi lahan pertanian kepada warga yang masuk kebun plasma sudah mencapai 9.394 hektare,” ungkapnya.

Sedangkan redistribusi lahan yang dikelola warga mencapai 21.918 hektare. Berarti hingga tahun 2008 ini, redistribusi lahan yang sudah dibagikan pemerintah kepada warga seluas 31.312 hektare atau 15.656 Sertifikat redistribusi lahan.

“Angka luasan realisasi lahan redistribusi akan terus bertambah hingga mencapai target yang telah ditetapkan,” lanjut Noorlansyah.

Kendati Noorlansyah belum menyebutkan angka pasti berapa jumlah kepala keluarga di Kutim yang dinyatakan berhak mendapat redistribusi lahan, namun ia optimistis program dimaksud dapat diwujudkan.(hms2)

Sabtu, 20 September 2008

Omzet Penjualan TBS Rp 2,4 M

sumber; kaltimpost. Minggu, 21 September 2008
Kebun Sawit Rakyat di Muara Wahau 6.000 Ha

SENGATA- Program pengembangan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan pemerintah Kabupaten Kutai Timur, kini sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Terutama petani sawit di Kecamatan Muara Wahau, telah menikmati hasil jerih payah mereka.

Bahkan Camat Muara Wahau, Baya Sergius kepada Bupati Awang Faroek Ishak dan rombongan yang berkunjung ke daerah itu, Senin (15/9) lalu, menyebutkan hasil panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit terus meningkat setiap bulannya.

“Di Muara Wahau sekarang, omzet penjualan tandan buah segar kelapa sawit yang dijual kepada PKS Swa Group sudah mencapai Rp 2,4 miliar. Tiap tandan beratnya antara 6 sampai 7 kilogram. Sedangkan harga per kilogramnya Rp 1.440,” kata Baya Sergius yang mendampingi Bupati Awang Faroek meninjau perkebunan sawit di Desa Deabeq.

Selanjutnya Baya Sergius mengatakan, warganya menggeluti usaha kebun kelapa sawit selama 8 tahun pada lahan yang diberikan Pemkab Kutim. “Dalam beberapa tahun terakhir ini sebagian petani sudah panen. Hasilnya terus meningkat setiap bulan. Hal ini sesuai dengan harapan Bapak Bupati,” lanjutnya.

Menurut Camat Muara Wahau, para petani melakukan pemetikan TBS setiap 10 hari sekali. Dari hasil penjualan TBS itu, taraf hidup warga pun meningkat dari sebelumnya.

“Kita merasa gembira karena sebagian besar warga yang menggeluti usaha kebun sawit, hidupnya kini semakin baik. Bahkan ada yang memiliki penghasilan 4 juta setiap bulan. Sebagian dari mereka menyisihkan uang pendapatannya untuk ditabung di BPD Kongbeng maupun BRI,” jelas Baya Sergius.

Keberhasilan petani sawit di Muara Wahau dan Kongbeng menurut Kepala Dinas Perkebunan Kutai Timur, Akhmadi Baharuddin, sebagai kenyataan yang membanggakan. “Itulah tujuan pemerintah, bagaimana ke depan rakyatnya bisa lebih sejahtera,” ujarnya saat ditemui terpisah.

Selain itu, keberhasilan tersebut juga merupakan bukti bahwa program Gerakan Daerah Pengembangan Agribisnis (Gerdabangagri) yang dicanangkan pemerintah Kabupaten Kutim melalui terobosan revitalisasi pertanian dalam luas, adalah program pilihan yang tepat.

“Karena sudah dapat dirasakan manfaatnya oleh petani sawit. Semoga kenyataan serupa ini juga akan dialami oleh petani di kecamatan lain,” harapnya.

Khusus di Muara Wahau, menurut Akhmadi luas kebun kelapa sawit rakyat mencapai luas 6 ribu hektare. Sebagian besar kebun sawit itu sudah berproduksi. ”Itu artinya, petani sawit di Muara Wahau taraf hidupnya sudah semakin meningkat,” tandas Kadis Perkebunan. (hms2)

Jumat, 19 September 2008

Malaysia Terus Jarah Hutan Kaltim

Jumat, 19 September 2008
sumber; kaltimpost
TNI Amankan 2 Pekerja Filipina, Sudah Angkut 70 Batang Log
TARAKAN - Perambahan hutan Kaltim oleh perusahaan Malaysia terus terjadi. Buktinya, Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) Yonif 613 Raja Alam yang bertugas di perbatasan Indonesia – Malaysia berhasil menangkap pelaku illegal logging yang diduga warga Malaysia. Pelaku ditangkap Sabtu (13/9) lalu di sekitar Long Betaoh, Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Malinau.

“Kejadiannya 13 September pukul 16.00 Wita. Saat itu Tim Macan pimpinan Lettu Inf Max Maladjadji sedang patroli dan berada di patok V 1036, atau kurang lebih 300 meter dari patok itu. Saat itu tim mendengar ada aktivitas penebangan,” kata Dansatgas Pamtas Yonif 613 Raja Alam, Letkol (Inf) Robert Giri, melalui Wadansatgas, Mayor (Inf) Dedi Hardono kepada Radar Tarakan (Kaltim Post Grup), kemarin.

Setelah dicek, kata dia, ternyata ada 3 orang melakukan penebangan. Tak menunggu lama, tim langsung melakukan penyergapan. “Setelah diinterogasi, tersangka mengaku dari perusahaan WTK Maju Johan yang berlokasi di Malaysia. Camp-nya sekitar 3 kilometer dari tempat kejadian perkara. Pimpinan perusahaannya berinisial DW, general managernya Mr Tang dan manajer lapangan bernama Amporo,” beber Dedi.

Setelah diamankan, ternyata 2 dari 3 orang pelaku adalah warga negara asing (WNA) asal Filipina. Dua warga Filipina itu berinisial RD (32 tahun) dan RM (40 tahun). Sementara satu WNI berinisial TS (23 tahun). Barang bukti yang berhasil diamankan adalah satu ekskavator dan satu chainsaw.

“Sementara untuk barang bukti kayu, ada 20 batang log ada di tepi sungai Penasai dan dikawal 6 anggota Satgas Pamtas Pos Long Betaoh,” tutur Dedi. Dari pengakuan tersangka, juga diperoleh informasi, sudah sekitar 70 batang log yang berhasil dibawa ke wilayah Malaysia.

Lebih jauh dikatakan, untuk penangkapan ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti Kodim 0910 Malinau, Polres Malinau, Bea dan Cukai Tarakan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). “Kabarnya, Sabtu nanti BKSDA beserta Satuan Khusus Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) akan ke TKP,” tandasnya.

AMANKAN PELINTAS BATAS

Selain berhasil menggagalkan aksi illegal logging Malaysia, Satgas Pamtas Yonif 613 Raja Alam juga menangkap dua warga Malaysia yang melintas ke Indonesia, tanpa dokumen lengkap. “Kejadiannya kemarin (Rabu, 17/9). Kami mengamankan dua warga Malaysia, yakni Mr Tang dan Mr Wong. Ia mengaku pimpinan perusahaan WTK Nijas Developtment dengan maksud bertemu Pak Ingkong Ala di Long Nawang. Tapi karena tak ada paspor dan Pas Lintas Batas, mereka kami tahan,” tegas Dedi.

Dikatakannya lagi, dua warga Malaysia itu bermaksud membicarakan pembuatan jalan Malaysia-Long Nawang. Kedua warga negara Malaysia itu kemudian diamankan oleh Tim Macan 2 Pos Long Nawang. “Tapi saat ini sudah kami serahkan kepada Polsek Long Nawang,” pungkasnya. (kik/kpnn)

Kamis, 18 September 2008

Massa Demonstran Diarahkan ke Kantor Bupati

sumber; koran kaltim, 16 september 2008

NUNUKAN - Aksi ratusan massa dari kempok tani, Kanduangan, Sigalayan, Siemanggaris, Nunukan, yang berlangsung di kantor DPRD Nunukan, Senin (15/9) kemarin, berlangsung tanpa dialog yang panjang. Aksi itu sendiri menuntut tanggungjawab pemerintah atas tumpang tindih lahan antara kelompok tani dan PT Bumi Siemanggaris Indah (BSI).
Ketua DPRD Nunukan Haji Ngatidjan Ahmadi yang menerima massa, langsung mengalihkan mereka ke kantor Bupati Nunukan, untuk berdialog langsung dengan Pemkab Nunukan.
Massa tiba di kantor DPRD sekitar pukul 11.00 Wita dengan menggunakan kendaraan roda empat dan roda dua. Selain berorasi, mereka membentangkan sejumlah spanduk dan poster diantaranya bertuliskan, "Bupati, DPR, jangan sekongkokoli kami", "Jangan hancurkan masa depan kami dan anak kami," "Kenapa diterbitkan ijin di atas lahan kelompok tani yang sudah dibantu negara".
Semula DPRD meminta 12 perwakilan massa untuk berdialog. Namun sempat terjadi debat kusir antara sesama demonstran yang meminta agar anggota dewan segera menemui mereka.
Ketua DPRD Nunukan, akhirnya menemui mereka. Dihadapan warga itu, Ngatidjan meminta agar warga langsung menuju kantor Bupati untuk berdialog lebih lanjut dengan Bupati Nunukan.
Di temui di sela aksi itu, Ngatidjan membantah jika DPRD lepas tangan terhadap persoalan masyarakat ini. "Kalau masalah kehutanan dan perkebunan, sudah berapa kali diadakan pertemuan. Ternyata kita (DPRD, Red) tidak bisa membuat keputusna final,"ujar politisi Partai Golkar ini.
Menurutnya, dewan hanya membuat saran kepada pihak-pihak terkait. "Aspirasi yang beberapa waktu lalu, kita tampung dan persoalannya kurang lebih sama. Yang bisa mengambil keputusan itu pemda," ujarnya.
Sehingga, kata Ngatidjan, lebih tepat kalau para demonstran berdiskusi langsung ke Pemkab Nunukan. "Jadi lebih tepat kalau mereka berdialog panjang disana, di pemerintahan. Sedangkan dari kita ada yang ikut mendampingi," katanya.
Ngatidjan sebelumnya telah menawarkan kepada demonstran, apakah berdialog di DPRD atau langsung ke Pemkab Nunukan. "Selanjutnya ada pertimbangan-pertimbangan, kalau dialog disini akan lama. Saya bukan tidak mau menerima, makanya saya kesana, sebelumnya saya menunggu lama dan kesimpulan terakhir, mereka lebih baik berdialog dengan Bupati. Nanti ada alat kelengkapan kami yang juga ikut memberikan masukan, dari komisi I dan komisi II," bebernya.
Dari DPRD massa akhirnya menuju ke kantor Pemkab Nunukan dengan didampingi sejumlah anggota dewan. Termasuk Ketua Komisi I Anwar RN dan Ketua Komisi II Haji Mansyur Husin serta anggota masing-masing Viktor Ola Tokan dan Haji Ali Karim.
Sebelum ditemui Asisten II Adi Kamaris, di lantai II, massa sempat melakukan orasi. Bahkan suasana sempat memanas karena tidak ada pejabat yang menemui mereka. Warga sempat terlibat aksi dorong mendorong dengan polisi, karena memaksa untuk masuk ke kantor Bupati.
Untungya pimpinan aksi bertindak tegas, sehingga aksi anarkis dapat dicegah.
Sekitar 15 menit kemudian, Plt Kasubag Humas dan Protokol Setkab Nunukan, Kaharuddin Andi Tokkong, meminta perwakilan warga untuk berdialog.
Dalam diskusi itu, Haji Mansyur Husin mengatakan, sudah berkali-kali masyarakat dari kelompok tani datang ke DPRD dan sejauh itu pula, pihaknya menampung dan menindaklanjutinya lewat rekomendasi kepada Pemkab Nunukan. "Ini terpaksa kami giring ke sini (kantor Bupati,Red) toh kalau kesana (DPRD), itu akan kemari lagi nanti. Jadi kami ajak kemari, supaya kita satu bahasa disini," katanya.
Sementara Anwar RN mengatakan, jika saja ada koordinasi yang baik, tentunya pihak-pihak terkait bisa mencari solusi dengn baik. "Tapi kalau dari sisi komunikasi dan koordinasi itu kurang sinkron, sehingga upaya dari bapak-bapak kasihan saja. Karena hanya sampai disini saja," katanya.
Menurut Anwar, DPRD selalu siap memfasilitasi masyarakat kelompok tani. "Namun hal yang demikian ini, permasalahan yang serupa ini bukan baru pertama kali ini terjadi. Seyogyanya, kalau kita urut secara kronologis sampai keberadaan perusahaan, ini tanggungjawab kita bersama," katanya.
Sebab, masyarakat yang diperintahkan untuk berkebun, selalu mengiyakan saja. "Jadi ini beban kita bersama, baik eksekutif maupun legislatifnya," katanya.
Anwar mengatakan, untuk menyelesaikan persoalan ini, perlu ada pengkajian ulang terhadap masalah yang muncul. "Jadi harus dikaji, ini paling tidak sudah ada inventarisasi dari pemda, kalau di daratan Kalimantan itu, berapa banyak untuk perkebunan. Ini juga berkaitan dengan tata ruang yang sampai saat ini masih menggunakan Kabupaten Bulungan, karena waktu itu status kita masih Kecamatan dan berada dibawah kabupaten induk Bulungan," bebernya.
Selain menuntut penyelesaian kasus tumpang tindih lahan masyarakat dengan pihak perusahaan, warga juga mengeluhkan penangkapan sejumlah anggota kelompok tani yang didasarkan pada aduan pihak perusahaan.
Dari keterangan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Nunukan, meskipun BSI baru mendapatkan HGU pada tahun 2003 yakni setelah masyarakat menempati lokasi itu, namun pihak perusahaan sudah sejak lama memperoleh ijin lokasi dari Gubernur Kaltim.(noe/adv)

PETANI SAWIT SERBU KANTOR BUPATI

sumber; koran kaltim
Selasa, 16 September 2008

NUNUKAN-- Ratusan massa dari sejumlah kelompok tani di Kanduangan, Siemanggaris, Nunukan, Senin (15/9) kemarin melakukan demonstrasi menuntut pembebasan rekan-rekannya yang ditangkap polisi. Sejumlah petani kelapa sawit, satu persatu ditangkap polisi atas aduan perusahaan perkebunan Bumi Siemanggaris Indah (BSI). Mereka dituding telah melakukan penyerobotan di lahan milik perusahaan.
Aksi itu bermula sekitar Pukul 11.00 Wita di Kantor DPRD Nunukan. Massa tiba menggunakan kendaraan roda 2 dan truk. Di kantor wakil rakyat ini, massa ditemui Ketua DPRD Nunukan Ngatidjan Ahmadi. Namun oleh Ngatidjan, massa diarahkan ke Kantor Bupati Nunukan didampingi sejumlah anggota Komisi I dan Komisi II.
Di sana, perwakilan massa diterima Asisten II Setkab Nunukan Haji Adi Kamaris Ishak. Massa sempat menolak pertemuan itu, karena tanpa dihadiri bupati. Namun setelah mendapatkan penjelasan panjang lebar dari Adi Kamaris, pertemuan tersebut akhirnya dapat dilanjutkan.
Abdullah Tansi yang mendampingi warga dalam aksi itu mengatakan, pihaknya menyayangkan karena di saat upaya penyelesaian sengketa lahan antara perusahaan dan kelompok tani berjalan, BSI justru melakukan pelaporan ke kantor polisi sehingga sejumlah warga ditangkap.
"Kenapa kami berdemonstrasi, karena adanya egoisme dari pihak perusahan yang tidak konsisten menerapkan surat pernyataan yang dibuat di hadapan bupati saat pertemuan di rumah jabatan bupati," kata Abdulah.
Menurutnya, dalam pertemuan 8 Desember 2007 itu, BSI menyatakan belum akan melaksanakan pembukaan kelapa sawit di areal yang telah dibersihkan masyarkat. "Tapi BSI tidak menghargai Pemkab Nunukan, karena tidak konsisten melaksanakan. BSI juga tidak melaksanakan kesepakatan dengan masyarakat yang isinya sepakat tidak saling mengganggu sampai ada solusi," katanya.
Abdullah mempertanyakan, mengapa di saat penyelesaian kasus itu belum tercapai pihak perusahaan telah mengambil langkah hukum. "Sekarang masyarakat berkebun, karena telah mendapatkan legitimasi dari RT, lurah dan camat. Mereka itu ujung tombak pemerintah, kalau keberadaan mereka tidak diakui, lebih baik RT, lurah, camat tidak perlu ada. Dan yang pasti, kami mendesak penangkapan terhadap warga dihentikan," katanya.
Atas pernyataan Abdullah itu, anggota Komisi I DPRD Nunukan Viktor Ola Tokan mengatakan apa yang disampaikan Abdullah sudah lepas dari konteks. Karena semula yang menjadi permasalahan dalam pertemuan itu mengenai tumpang tindih lahan antara perusahaan dengan kelompok tani.
"Tapi kalau sudah dilarikan ke penangkapan, ini keluar konteks," kata Viktor.
Atas pernyataan Viktor, Abdullah langsung menginterupsi. Abdullah beralibi, yang ditangkap merupakan pelaku kebun, yakni petani yang bekerja di lahan itu. "Artinya di sini, BSI tidak konsisten atas komitmennya. Sebab kalau dia konsisten, seharusnya tidak lapor ke polisi," katanya.
Viktor kemudian melanjutkan, jika yang menjadi masalah justru h penangkapan, dalam pertemuan itu Pemkab Nunukan hanya bisa menyampaikan imbauan saja. Sebab masalah itu sudah memasuki ranah hukum. "Jadi akar permasalahannya ‘kan penangkapan karena ada penyerobotan lahan," kata Viktor.
Pada bagian lain, Putra yang juga penanggung jawab aksi mengatakan, persoalan sengekta lahan itu bisa diselesaikan pemerintah dan kelompok tani tanpa kehadiran pihak perusahaan. Sebab, keberadaan petani jauh lebih dulu sebelum pihak perusahaan beroperasi. "Kami sudah berada di sana sejak tahun 1997, tapi kenapa HGU bisa dikeluarkan tahun 2003?" tanya Putra.
Menurut Putra, HGU yang dikeluarkan itu justru berada di kebun masyarakat.
"Kami bukan menggarap di lahan BSI, saya menggarap di lahan saya. Tapi kenapa perusahaan harus mengusir masyarakat. Kami dilaporkan ke polisi karena dituduh menyerobot, padahal kami duluan dari BSI," jelasnya.
Ia mengatakan, sejak tahun 1999 petani telah mendapatkan izin garap. "Sedangkan BSI dari tahun 2000 sampai 2002 hanya mengambil kayunya saja," katanya.
Putra malah menuding, pihak perusahaan lah yang banyak melakukan pelanggaran.
"Patok perbatasan dihancurkan, harusnya itu yang dipidanakan. Kenapa masyarakat yang menggarap tanah negara itu, yang dipidana?" tanya dia. Putra malah merasa heran, karena dirinya justru didesak aparat untuk menghentikan kegiatan.
"Padahal sebagai ketua RT setempat saya harusnya mencarikan solusi dengan mendorong membangun, bukan untuk menghentikan kegiatan masyarakat," katanya.
Sementara Adi Kamaris menjelaskan, bupati sudah berkali-kali mengadakan pertemuan sebagai upaya menyelesaikan sengketa lahan antara perusahaan dan kelompok tani.
"Tapi setelah berjalan beberapa bulan, sampai saat ini malah terjadi peristiwa pemanggilan masyarakat oleh pihak keamanan. Kami sama sekali kami tidak dilibatkan BSI soal itu (penangkapan, Red.)," katanya.
Bahkan kata Adi, setelah adanya pemanggilan oleh aparat, beberapa hari lalu diadakan lagi pertemuan termasuk dihadiri tokoh masyarakat Haji Bakaran. "Kita undang pihak perusahaan tapi yang datang bukan penentu, sehinggab bupati menolak hadir pada pertemuan itu," katanya.
Setelah bernegosiasi, BSI akhirnya bersedia menghadirkan para pengambil kebijakannya pada pertemuan yang rencananya dilaksanakan tanggal 20 September mendatang. Pertemuan itu sendiri, juga akan menghadirkan perwakilan kelompok tani.
"Jadi kita juga harus menghormati apa keputusan perusahaan dan apa tawaran masayrakat. Dulu kan sudah demo damai disini, meski bupati hadir disini dia tidak bisa mengambil keputusan bulat, percuma membuang energi, harus dari pihak perusahaannya juga hadir," katanya. (noe)

Dibuka, Kebun Sawit 16 Ribu Hektare

Di Kampung Bentas, Betung, dan Muara Kelawit Siluq Ngurai
SENDAWAR – Pembukaan perkebunan kelapa sawit sekarang menjadi daya tarik tersendiri bagi investor ke Kubar. Salah satunya akan dibuka di lahan seluas 16 ribu hektare di Kecamatan Siluq Ngurai, meliputi Kampung Bentas, Betung, dan Muara Kelawit. Pembukaan perkebunan ini akan dilakukan PT Anekareksa Internasional Corpotations (AIC).

Menurut Camat Siluq Ngurai Sukwanto, tahun ini perusahaan perkebunan PT AIC yang berasal dari Jakarta, telah mendapatkan izin lokasi dari Pemkab Kubar dan selajutnya tahun 2008 ini juga akan memulai persemaian bibit. “PT AIC juga sudah melaksanakan Community Development (Comdev), yakni berupa beasiswa mahasiswa perguruan tinggi, membangun sarana ibadah, dan menyiapkan pembibitan ternak,” kata Sukwanto.

Berkenaan dengan rencana perkebunan kelapa sawit tersebut dikatakannya, Rabu (28/8) lalu di Kantor Camat Siluq Ngurai dilaksanakan sosialisasi oleh Direktur PT AIC Ismed Barakah, dihadiri Petinggi, BPK, lembaga adat, dan tokoh masyarakat dari 3 kampung yang masuk areal perkebunan kelapa sawit. Tampak hadir juga, staf ahli Bupati Kubar Yustinus Kepang, dan Badan Pertanahan Negara Kubar S Fadlan Akhyar.

Camat Siluq Ngurai menambahkan, sosialisasi yang dilaksanakan mendapat perhatian cukup baik dari masyarakat, dan beberapa warga juga sempat meminta agar perusahaan lebih intens lagi dalam melakukan pendekatan dengan warga kampung. “Saya mengharapkan perusahaan tetap mengoptimalkan program Corporate Social Responsibility (CSR) atau Comdev kepada masyarakat sejak fase awal, fase kerja maupun fase terminasi,” harap Sukwanto.

Sukwanto berharap, masyarakat memiliki Sense of Belonging karena dengan rasaan memiliki mereka dapat memelihara, menjaga dan ikut mengembangkan perusahaan, sehingga terjadi proses saling menguntungkan antara kedua belah pihak. (hms14)

Dua Perusahaan Lagi Lirik Kutim

SENGATA- Potensi dan masa depan sektor perkebunan kelapa sawit di daerah ini diakui cukup menjanjikan. Sejumlah investor yang ingin menanamkan modalnya, terus berdatangan dan berebut memperoleh lahan yang diperlukan.

Saat ini tercatat dua perusahaan besar perkebunan kelapa sawit yang berniat membangun kebun di Kutim. Pertama PT Sawit Sukses Sejahtera (SSS) yang pernah membangun kebun di Muara Ancalong, dan bakal kembali lagi ke sana. Kali ini perusahaan tersebut menggandeng PT Bina Sawit Abadi Pratama dan Sinar Mas Grup untuk membenahi perkebunan kelapa sawit yang ada di Desa Senyiur.

Sedangkan yang kedua adalah PT Agro Mas Grup yang sekarang telah menggarap perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng. Perusahaan tersebut ingin menggarap perkebunan sawit di kecamatan Kongbeng dan meminta lahan sekitar 20 ribu hektare.

Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kutim H Syafruddin Achmad yang menyambut kedatangan dua investor dimaksud mewakili Bupati Kutim mengatakan, pihaknya menyambut baik adanya investor yang mau masuk ke Kutim ini. Dijelaskan, kedua investor ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Kutim ke depan.

Pada kesempatan itu, Syafruddin mengatakan bahwa Pemkab Kutim yang memiliki program revitalisasi pertanian dalam arti luas, termasuk sektor perkebunan terus menggalakkan pembangunan di bidang tersebut. Saat ini Kutim terus membangun perkebunan kelapa sawit, baik perkebunan rakyat maupun perusahaan besar swasta (PBS) yang sudah berkembang di daerah ini.

"Kita juga ingin, perusahaan kelapa sawit yang akan berkebun di Kutim, menjalin kerjasama dengan pola kemitraan bersama koperasi masyarakat setempat. Hal ini sudah merupakan program Pemkab Kutim untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang," kata Syafruddin.

Pembangunan perkebunan dengan pola kemitraan bersama koperasi itu, juga merupakan salah satu program Bupati Awang Faroek melalui Gerdabangagri. Masyarakat diharapkan ikut dilibatkan dalam membangun kebun dan nantinya tidak hanya menjadi penonton belaka.

Seperti diketahui, PT SSS pernah membangun kebun kelapa sawit di desa Senyiur beberapa tahun silam. Akibat krisis ekonomi, maka aktivitas perusahaan berjalan tersendat-sendat. Setelah agak vakum beberapa waktu, kini ingin bangkit lagi dan bermitra dengan PT Bina Sawit Abaddi Pratama dan PT Smart yang merupakan grup Sinar Mas. (hms3)

PT Lonsum Perluas Kebun Sawit Plasma

Petani Harus Penduduk Lokal dan Tinggal di Lokasi
SENDAWAR - PT London Sumatera (Lonsum) berencana memperluas perkebunan kelapa sawit dengan sistim plasma di Kutai Barat (Kubar). Niat Lonsum ini dipresentasikan di ruang pertemuan Kantor Bappeda Kubar. Lonsum adalah perusahaan perkebunan yang memiliki lahan ribuan hektare kelapa sawit di Jempang yang sudah produksi.

Perkebunan yang akan diterapkan adalah pola kebun sawit plasma. Lahan kelapa sawit yang dikelola masyarakat atau sebagai karyawan lepas dan dibiayai perusahaan.

"Sistem yang akan dijalankan adalah managed plasma dimana plasma akan mengelola seluruh kegiatan mulai dari land clearing, penanaman, pemeliharaan, hingga panen," kata Direktur Pengembangan PT Lonsum Andrew Hamilton. Sedangkan Lonsum akan membiayai operasional sebesar 3 persen dari penghasilan dan total area untuk setiap petani plasma.

Presentasi yang digelar Selasa (24/4) tersebut dihadiri Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kubar Drs Yahya Marthan MM, Ketua Komisi B DPRD Kubar bidang Perekonomian dan Pembangunan HM Zainuddin SE, Ketua Komisi C bidang Kesejahteraan Rakyat Syachran Eric Lenyoq, Kepala Disperindagkop Kubar H Ediyanto Arkan SE, Camat Siluq Ngurai Sukwanto S Kep Ners dan sejumlah pejabat dinas terkait.

Menanggapi rencana pengembangan kebun kelapa sawit ini, Yahya Marthan mengatakan, perkebunan plasma pada prisipnya pemerintah mendukung. Karena sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat mengenai revitalisasi pengembangan usaha di bidang kelapa sawit.

"Berkaitan dengan masalah itu, diharapkan Lonsum dapat merealisaikan rencana perkebunan plasma ini di Kutai Barat," sebut Yahya Marthan.

Masyarakat akan diberikan lahan dua hektare per kepala keluarga (KK) dengan sertifikasi dari BPN, dan petani Plasma akan menjadi buruh harian lepas (BHL) berdasarkan kebutuhan perusahaan. Syarat menjadi petani plasma harus penduduk lokal dan tinggal di sekitar lokasi plasma. Calon petani harus mendapat verifikasi dari kepala kampung, kepala adat, dan PT Lonsum, serta disetujui berdasarkan SK Bupati.

"Keuntungan yang diperoleh akan ditransfer langsung ke rekening petani plasma tersebut, dan tidak melalui KUD," tambahnya.

Selama petani masih memiliki kewajiban pembayaran utang kepada bank, petani tidak boleh menjual lahan yang merupakan jaminan bank. Sebelumnya Lonsum dan Pemkab akan mengadakan verifikasi status kepemilikan lahan. (hms9)

Kuasai Lahan, Patuhi Peraturan

Rabu, 17 September 2008
Sumber; kaltim post

TANAH GROGOT - Kabupaten Paser dengan tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan lahan yang luas menjadi incaran para pengusaha perkebunan kelapa sawit.

Sayangnya karena puluhan izin prinsip yang telah dikeluarkan oleh Pemkab Paser hanya beberapa diantaranya yang ditindaklanjuti perusahaan di lapangan.

Bahkan, akibat ketidakseriusan alias adanya kepentingan lain pihak wasta pemegang izin prinsip tersebut, tidak sedikit diantaranya malah menimbulkan masalah baru ditengah masyarakat.

Hal ini disampaikan sejumlah tokoh masyarakat Muara Komam kepada Komisi II Bidang Ekonomi dan Pembangunan DPRD Kabupaten Paser belum lama ini.

Salah satu contoh adalah kepemilikan lahan PT TM yang telah menguasai lahan masyarakat melalui izin usaha perkebunan yang dikeluarkan oleh Pemkab Paser, namun kenyataannya sampai sekarang belum melakukan aktivitas dilapangan. ”Ironisnya lagi, lahan masyarakat yang dikuasai belum juga diselesaikan sehingga menimbulkan kegelisahan ditengah masyarakat,” kata H Syahruddin, mewakili tokoh masyarakat.

Menanggapi keluhan tersebut, anggota Komisi II HM Aska Arsyad berharap agar para pengusaha perkebunan tidak hanya ingin menguasai lahan masyarakat dengan tendensi tertentu, tetapi harus memenuhi peraturan yang telah dikeluarkan oleh Pemkab Paser melalui izin usaha perkebunan yang telah dikeluarkan dan diselasaikan hak-hak masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya.

“Disamping itu sikap tegas Pemkab melalui Dinas Perkebunan juga diperlukan, artinya semua izin usaha perkebunan yang telah dikeluarkan agar dipantau dengan baik dan tidak segan-segan mencabut izin yang telah dikeluarkan jika tidak dipatuhi oleh pengusaha, jangan sampai izin yang mereka dapatkan hanya dipergunakan untuk tujuan tertentu, termaksud untuk komuditas jual beli izin dan lahan,” kata Aksa.

Dinas Perkebunan untuk tidak ratu-ragu dalam bersikap. “Kalau izin yang telah dikeluarkan telah berakhir tanpa aktivitas dilapanganm, maka harus dicabut dan digantikan oleh pengusaha yang serius tanpa pandang bulu, sebab saya yakin bahwa apa yang terjadi di Kecamatan Muara Komam juga terjadi di Kecamatan lain di Kabupaten Paser,” ujar Aksa. (hms9)

CPO KALIMANTAN HANYA DI MALOY

Sumber; kaltimpost 18 september 2008
SENGATA - Pengembangan Maloy menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) cukup menjanjikan. Pemkab Kutai Timur (Kutim) telah menjalin kerja sama dengan Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan kedua pihak sepakat outlet Crude Palm Oil (CPO) Kalimantan hanya di Maloy.
Bupati Kutim Awang Faroek Ishak belum lama ini mengatakan, jika dibandingkan dengan Ketapang dan Batu Licin di Kalsel, posisi Maloy jauh lebih baik. Sebab, drafnya saja mencapai 18 meter dan berada di posisi strategis. Yakni, berhadapan dengan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) 2 yang dimasa datang akan ada 50 ribu kapal hilir mudik di kawasan itu.
Awang merincikan, target Kaltim dengan 1 juta hektare sawit, kemudian Kalteng 2 juta hektare, Kalbar 2 juta hektare dan Kalsel sekitar 750 hektare, totalnya akan mencapai 6 juta hektare yang otomastis memerlukan outlet ekspor strategis seperti di Maloy.
Semua industri kelapa sawit, katanya, akan diolah dan diproduksi di Maloy. Ke depan Maloy akan dikembangkan menjadi kawasan industri Port Plank atau Johor Malaysia. Untuk mengembangkan Maloy, Pemkab Kutim telah memenuhi enam persyaratan untuk usulan sebagai kawasan ekonomi khusus. Yakni, komitmen yang kuat dari pemerintah daerah, rencana tata ruang dan studi kelayakan serta AMDAL juga terpenuhi. Letak Maloy yang strategis dekat dengan jalur perdagangan internasional dan berhadapan dengan ALKI 2, serta layak dikembangkan. Selain itu, dukungan infrastruktur dan lahan di Maloy.
“Terakhir sudah mempersiapkan dukungan, yakni bekerja sama dengan PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Red.) Medan mendirikan Pustekinfo (pusat eknologi dan informasi, Red.) perkebunan,” sebutnya.
Jika Maloy terwujud, produk perkebunan dari Sulawesi tidak lagi melalui Surabaya ke Singapura. “Cukup menyeberang ke Kalimantan,” katanya.
Bupati Awang Fareok menambahkan, beberapa kebijakan yang dilakukan Pemkab guna menyukseskan program revitalisasi pertanian melalui sektor perkebunan pro-rakyat. Di antaranya, program redistribusi lahan seluas lima hektare secara bertahap sekaligus memberikan sertifikat hak milik atas lahan, pemberian bantuan bibit dan alat pertanian, meningkatkan SDM dengan mendirikan pusat pendidikan agribisnis di Kecamatan Kaubun. Selanjutnya, mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Stiper) Kutim yang mahasiswanya begitu lulus langsung dipekerjakan di perkebunan.
“Sampai saat ini, kami telah membagi-bagikan tidak kurang dari 38 ribu sertifikat gratis. Itu menjadi modal awal dan akses bagi petani kami untuk bekerja sama dengan perusahaan,” ujar AFI.
Dengan demikian, masyarakat Kutim tidak hanya bisa bekerja di perusahaan sawit tapi juga pemilik lahan. (hms4)

MASIH BANYAK PERUSAHAAN YANG BANDEL

Sumber; kaltimpost

16 september 2008

Mujiono: Kebun Plasma Wajib Direalisasikan
SENGATA- Ketua DPRD Kutai Timur, Mujiono, mengaku geram karena masih ada
sejumlah perusahaan perkebunan di daerah ini yang bandel. Perusahaan
tersebut tidak memperhatikan kewajibannya terhadap masyarakat sekitar.
Seperti kewajiban memberikan lahan kebun plasma yang ditunggu-tunggu untuk
dikembangkan masyarakat.

"DPRD tidak akan menyetujui tindakan-tindakan perusahaan yang tidak
memperhatikan masyarakat. Seperti perusahaan perkebunan, ternyata masih ada
yang tidak memberikan lahan plasma kepada masyarakat sekitar. Kalau
perusahaan perkebunan yang akan membuka lahan di Kutim tidak membuka lahan
plasma, maka sebaiknya pihak pemerintah kabupaten menahan izinnya terlebih
dahulu," tegas Mujiono.

Selanjutnya dia meminta kepada eksekutif agar lebih memperhatikan hal-hal
yang menyangkut masyarakat bawah. Apalagi, kebanyakan dari
perusahaan-perusahaan perkebunan yang melakukan presentasi, akan membuka
usahanya hampir di semua kecamatan, hingga ke pedalaman.

"Sudah kita ketahui bersama, kalau lahan perkebunan di Kutim cukup
menjanjikan. Akan tetapi, kalau ternyata tidak memberikan dampak positif
kepada masyarakat sekitar, sebaiknya dievaluasi lagi," tambahnya.

Mujiono juga mengatakan bahwa setiap perusahaan perkebunan yang akan dan
sedang beroperasi di Kutim harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap
pengembangan lahan plasma kepada masyarakat. Karena banyak contoh nya dari
sejumlah perusahaan perkebunan setelah melakukan pematangan lahan, ternyata
tidak ada tindak lanjut kegiatannya.

"Masih ada perusahaan perkebunan yang hanya mengambil kayunya saja, lantas
setelah itu tidak ada tindak lanjutnya. Apalagi untuk mewujudkan lahan
plasma," katanya.

Pada dasarnya menurut Mujiono, pemberian lahan plasma oleh perusahaan
perkebunan di Kutim adalah sebuah konsep dari program pemerintah kabupaten.
Program tersebut dikenal dengan program sebutan Gerakan Daerah Pembangunan
Agribisnis (Gerdabangagri) yang bertumpu pada revitalisasi pertanian dalam
arti luas.

"DPRD pada prinsipnya bukan melarang investor perkebunan masuk ke Kutim.
Hanya saja yang perlu digarisbawahi tentang komitmen perusahaan tersebut
terhadap lahan plasma untuk masyarakat. Kebun plasma tersebut wajib
direalisasikan," tambahnya. (hms3)

Selasa, 09 September 2008

Warga Miau Duduki Kantor DPRD

SANGATTA - Tidak kurang dari 150 warga Desa Miau Baru, Kecamatan Kombeng Kutai Timur menginap di kantor DPRD Kutim, sejak Senin (23/6) malam. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap PT Karya Prima Agro Sejahtera (Kapas), perusahaan perkebunan sawit yang dinilai telah menyerobot lahan warga.

Pantauan Tribun, sebagian warga yang kini menduduki kantor DPRD mendirikan tenda persis di depan lokasi parkir mobil Ketua DPRD. Sebagian warga yang tidak tertampung di tenda memilih istirahat dan tidur-tiduran di dalam kantor dewan. Warga juga terlihat membuat dapur darurat untuk memasak makanan dan minuman yang tampaknya sudah disiapkan sebelumnya. "Tidak pilihan lain, lahan sumber penghidupan kami telah diserobot. Mau tidak mau kami harus melawan," ujar Ketua Kelompok Tani Warga Desa Miau, Wilson Langet, Selasa (24/6).

Menurut Wilson, aktivitas perusahaan sudah sangat keterlaluan. Selain telah menyerobot lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) milik rakyat, PT Kapas juga telah menggusur puluhan hektare ladang dan pondok warga. Bahkan kuburan adat yang letaknya sekitar 1 kilometer dari perkampungan juga digusur.

"Yang jelas mereka sudah keterlaluan, tidak lahan kami yang diserobot, tapi harga diri masyarakat adat juga sudah mereka injak-injak. Tanah kuburan nenek moyang kami juga digusur," ujarnya tokoh masyarakat adat Dayak Desa Miau Baru

Menurutnya, sejak mulai membuka kebun sekitar dua tahun lalu ke Desa Miau Baru, PT Kapas telah melakukan penggusuran lahan sawah dan ladang warga seluas sekitar 400 hektare, dan HTI seluas 120 hektare. "Alasan mereka melakukan itu karena sudah memiliki izin dari Pemkab Kutim," ujarnya.

Berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat, akhirnya enam unit buldoser milik perusahaan ditahan warga. "Kami menahan enam unit Buldoser perusahaan," ujar Wilson. Akibat aksinya, sebagai tokoh masyarakat dan ketua kelompok Tani, Wilson mengaku dilaporkan PT Kapas. Pihak kepolisian mengirimkan surat panggilan kepada Wilson untuk dimintai keterangan. Berdasar surat panggilan dari Polres Kutim itulah, akhirnya ratusan warga yang tidak ingin Wilson diperiksa turut mengantar ke Mapolres Kutim.

"Kami tidak mau Wilson diperiksa sendiri, maka kami akan ikut datang ke sini. Masalah yang berkaitan dengan Wilson juga berkaitan dengan kami di dalam kelompok tani ini," ujar Ketua Kelompok Tani Kayan Tulen Ifung Tingai. Karena keterbatasan tempat di Mapolres Kutim, warga memutuskan menginap di Kantor DPRD Kutim.

Menurut Ifung, masalah lahan tersebut sebenarnya sudah pernah dibahas, dan PT Kapas sudah berjanji akan melakukan ganti rugi. Namun belakangan pihak PT Kapas mengingkari kesepakatan dengan alasan saat menandatangani kesepakatan berada di bawah tekanan, karena warga melakukan pengepungan. (don)

Dewan Siap Memfasilitasi

ANGGOTA DPRD Kutim H Suardi yang ditemui Tribun menyatakan akan segera memfasilitasi pertemuan antara warga Desa Miau Baru Kongbeng dengan pihak PT Kapas yang diduga menyerobot lahan warga. Suardi mengaku pihaknya tinggal menunggu surat atau permintaan resmi dari warga untuk menggelar pertemuan.

"Mereka (Warga Desa Miau) memang sudah di sini, tapi kita belum tahu apa maunya, karena mereka masih melayani panggilan pemeriksaan dari polisi. Hanya dari informasi sementara, masalahnya terkait sengketa lahan dengan perusahaan. Kalau demikian, kami sudah sepakat untuk segera memfasilitasi pertemuan," ujar Suardi yang mengaku yang baru saja melakukan pertemuan tertutup dengan wakil Ketua DPRD Bahrid Buseng dan Ardiansyah Sulaiman, Selasa (24/6).

Dewan belum bisa langsung melakukan penggilan kepada perusahaan, karena surat pengaduan resmi dari masyarakat belum masuk. Termasuk rencana hearing antara warga dengan DPRD belum bisa digelar karena sejumlah tokoh masyarakat masih harus menjalani pemeriksaaan di Mapolres Kutim. Suardi menjamin tuntutan warga untuk dipertemukan dengan pihak perusahaan dan Pemkab Kutim akan segera difasilitasi dalam waktu dekat.

TERCAPAI 2011; PERKEBUNAN SAWIT 350 HA

Tercapai Tahun 2011
Target Pembangunan 350 Ribu Ha Kebun Sawit
SENGATA- Berbagai masalah dalam membangun perkebunan kelapa sawit di wilayah Pemkab Kutai Timur (Kutim) terus dicarikan solusi. Dinas Perkebunan Kutim memprakarsai pertemuan penting dengan menghadirkan pihak terkait guna membahas langkah yang harus dilaksanakan sehingga pelaksanaan revitalisasi perkebunan dapat diwujudkan.

Hal itu terungkap pada rapat koordinasi pengawalan pelaksanaan revitalisasi perkebunan kelapa sawit di hotel Kutai Permai, yang dibuka oleh Wakil Bupati Kutim, Isran Noor, baru-baru ini.

Rakor yang dihadiri 81 peserta, dari unsur perusahaan besar swasta (PBS) yang bergerak di perkebunan kelapa sawit, dan unsur dinas terkait di lingkup pemerintahan Kutim. "Yang ikut rapat koordinasi sekarang (Jumat lalu, Red), sepuluh grup perusahaan yang termasuk dalam perusahan besar swasta serta 15 perusahaan perkebunan kelapa sawit dari non grup, dan juga diikuti sebelas instansi tekait dari pemerintahan," kata Akhmadi Baharuddin, kepala dinas perkebunan Kutim.

Instansi pemerintahan kabupaten Kutim yang hadir mengikuti acara penting tersebut di antaranya, dinas pertanahan, dinas koperasi, badan pertanahan nasional (BPN), dians tenaga kerja dan transmigrasi, bagian hukum Setkab, Asisten Tata Praja Idrus Yunus, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Ismunandar, bagian planologi, dan beberapa instansi terkait lainnya. Sedangkan pihak yang termasuk PBS perkebunan dihadiri masing-masing tiga orang, seperti PT Astra Grup, PT Telen Grup, PT Bima Palm Nugraha, PT Sina Mas Grup, dan beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit lainnya.

Akhmadi menjelaskan, rakor pengawalan revitalisasi perkebunan kelapa sawit atas inisiatif bersama merupakan tindaklanjut dari pertemuan-pertemuan sebelumnya. Lagi pula revitalisasi perkebunan merupakan salah satu program nasional yang harus dilaksanakan di daerah yang potensial. "Sengaja kami angkat tema yang berjudul konsolidasi dan percepatan pelaksanaan revitalisasi perkebunan kelapa sawit di wilayah Kutai Timur," terangnya.

Kenapa? Pemkab Kutim dibawa kepemimpinan duet Awang Faroek Ishak-Isran Noor telah dan sedang giat melaksanakan visi misi Kutim melalui program gerakan daerah pengembangan agrisbisnis (Gerdabangagri). Jadi menurut rencana, target pemkab Kutim untuk membangun perkebunan kelapa sawit di atas lahan seluas 350 ribu hektare (Ha)tahun 2011 nanti bakal tercapai yang bertebarang di 18 kecamatan. Hitung-hitung, hingga tahun ini (2008) realisasi perkebunan kelapa sawit yang telah dibuka sudah ada seluas 136.262 Ha. Rinciannya, 116.719 Ha kebun sawit inti, dan 10.543 Ha kebun sawit plasma (kemitraan). Juga termasuk kebun sawit rakyat seluas 9.000 Ha yang didanai pemerintah dengan menggunakan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD II). "Jadi perkembangan perkebunan kelapa sawit selama di Kutim kurang lebih dua tahun setengah selama ini, cukup signifikan. Dan, saya yakin tahun 2011 mendatang, target pemkab Kutim untuk membuka lahan sawit seluas 350 ribu hektare bakal terwujud," harap Akmadi optimistis.

MenurutnyA, HIngga sekarang tercatat 608.577 Ha lahan peruntukan kebun kelapa sawit yang punya izin lokasi. Izin lokasi perkebunan tersebut masih aktif yang dipegang 52 perusahaan. Belum termasuk investor perkebunan sawit yang masih kena daftar tunggu (waiting list). "Kalau tidak salah ingat, masih ada 25 investor perkebunan kelapa sawit yang antrean untuk memperoleh izin lokasi perkebunan," bebernya.

Akhmadi juga mengakui, bahwa motto Gerdabangagri yang dicanangkan pemerintah kabupaten dalam realisasinya sedang melaju dibanding program 12 kabupaten-kota Se-Kaltim mengenai perkebunan kelapa sawit. Program perkebunan kelapa sawit yang sedang digenjot pembangunan di Kutim merupakan bagian dari program sawit sejuta hektare yang dicanangakn mantan gubernur Kaltim Suwarna Abdul Fatah.

Perkembangan kebun kelapa sawit di Kutim ini tidak lepas dari adanya perlakuan investor yang harmonis terhadap pemerintah. Pemkab Kutim dengan pengusaha cukup solid sehingga terus berupaya menyelesai tiap persoalan yang timbul di tengah masyarakat guna mendukung tercapainya program gerdabangagri. (hms2)

REDISTRIBUSI LAHAN SUDAH terbagi 15.656 KK


SUMBER: Kaltim post

senin, 8 september 2008

SENGATA - Komitmen Pemkab Kutim dibawa kepemimpinan duet Awang Faroek Ishak-Isran Noor mengenai program redistribusi lahan kepada tiap kepala keluarga (KK) minimal 5 hektare secara bertahap terus direalisasikan.

Meskipun tahap awal tiap KK hanya memperoleh lahan seluas 2 hektare. Namun Pemkab Kutim terus berupaya mewujudkan program redistribusi lahan tersebut dalam upaya meningkatkan taraf hidup warga Kutim, termasuk kaum petani yang masih banyak hidup di bawah garis kemiskinan.

Hal ini terungkap dalam rapat koordinasi instansi terkait di ruang Rapat Kantor Dinas Pertanahan Kutim Jumat (6/9) lalu, kawasan pusat perkantoran Bukit Pelangi di Jl Baharuddin Lopa. Tampak hadir Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kutim Nawolo Prasetyo, Kepala Dinas Pertanahan Kutim Drs H Noorlansyah, Msi, Kepala Kantor Planologi Ordiansyah, pihak dinas perkebunan Kutim Syarifuddin Ginting serta sejumlah hadirin lainnya.

Dalam rapat penting tersebut terungkap besaran luasan redistribusi lahan yang telah memiliki sertifikat (SK). Redistribusi lahan itu, kata Noorlansyah, sebagian masuk dalam kebun plasma, dan juga sebagian belum masuk plasma. Redistribusi lahan pertanian kepada warga yang masuk kebun plasma (kemitraan) sudah seluas 9.394 hektare.

Sedangkan redistribusi lahan yang dikelola oleh warga sendiri sudah mencapai 21.918 hektare. Berarti hingga kini (2008) redistribusi lahan yang dibagikan pemerintah kepada warga yang lebih berhak seluas 31.312 hektare, masing-masing tiap kepala keluarga (KK) mendapat dua hektare. Dengan demikian hingga sekarang warga Kutim yang telah mendapat redistribusi lahan terdiri dari 15.656 KK. “Angka luasan realisasi lahan redistribusi akan terus bertambah hingga mencapai target yang telah disepakati,” tandasnya.

Kendati Noorlansyah belum menyebutkan angka pastinya jumlah KK di Kutim yang terdata berhak mendapat lahan redistribusi lahan. Namun ia optimistis realisasi redistribusi lahan terhadap warga akan terus berlanjut. Kenapa tidak? Luas wilayah Kutai Timur 35.747,5 Km atau 17 persen dari luas Kaltim. Luas daratan yang potensial untuk lahan perkebunan dan pertanian masih banyak yang belum digarap secara optimal. Karena Kutim dianugrahi kekayaan alam yang melimpah termasuk lahan yang subur, maka melalui program gerakan daerah pengembangan agribisnis (Gerdabangagri) diharapkan kemiskinan yang banyak mendera penduduk secara berlahan dapat dituntaskan. Pemerintah melakukan terobosan untuk membagi-bagikan lahan kepada warga untuk dijadikan tumpuan hidup masa depan yang lebih cerah. Karena Bupati Kutim juga berkeyakinan, bahwa keberpihakan kepada masyarakat mutlak diperlukan dalam membangun Kutim yang lebih baik dan mandiri. (hms2)


HAK WARGA MASIH TERABAIKAN


PT EBL Belum Wujudkan Kebun Plasma Sawit
SENGATA- Melalui berbagai kesempatan, Bupati Awang Faroek Ishak (AFI) selalu mengingatkan agar perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kutim merealisasikan pembangunan kebun inti dan kebun plasma (kemitraan) sawit secara bersama-sama. Pola kemitraan yang diterapkan adalah 20 persen kebun plasma dan 80 persen untuk kebun sawit inti pada luasan lahan yang diberikan pemerintah.

Imbauan bupati Kutim ini hingga sekarang ternyata belum dipenuhi perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Etam Bersama Lestari (EBL) yang berlokasi di Desa Belawan, Kecamatan Sangkulirang. Menurut Muhammad Idrus Palwi, tokoh masyarakat setempat, pihaknya tidak pernah merasakan kebun sawit plasma dimaksud.

Padahal PT EBL sudah berapa tahun melakukan kegiatan usaha di sana. Bahkan sebagian kebun kelapa sawit EBL sudah mulai berbuah. Untuk itu, warga Belawan yang terdiri dari 300 kepala keluarga (KK) mempertanyakan komitmen PT EBL mengenai kebun sawit plasma yang 20 persen itu. "Sampai awal Mei ini, kebun plasma untuk masyarakat Belawan belum direalisasikan PT EBL," aku Palwi.

Apa yang disampaikan tokoh masyarakat itu dibenarkan Alfian, Camat Sangkulirang. Dikatakan, PT EBL telah memegang izin perkebunan kelapa sawit seluas sekitar 4.000 hekater lebih. Lokasi perkebunan sawit PT EBL sudah ditanami 3.663 hektare. Bahkan sudah ada sekitar 1.900 hektare lebih yang sudah mulai produksi atau menghasilkan tanda buah segar (TBS).

"Namun masyarakat Belawan sampai sekarang terus mempertanyakan haknya yang 20 persen untuk kebun plasma sawit itu kepada PT EBL. Pasalnya, hak masyarakat itu masih terabaikan,” katanya.

Senada dengan Bupati Awang Faroek, Wabup Kutim Isran Noor pada kesempatan terpisah menegaskan bahwa pembagian kebun inti 80 persen dan kebun sawit plasma 20 persen untuk masing-masing perusahaan perkebunan yang telah mengantongi izin lokasi di wilayah Kutim harus dilaksanakan. Meskipun kebijakan Pemkab Kutim tentang pengembangan kebun plasma sawit dan kebun inti sawit dilaksanakan bersamaan sosialisainya baru gencar dilakukan dua tahun belakangan, namun seharusnya pihak perusahaan harus menaatinya,

“Kepada siapa pun, pihak perkebunan kelapa sawit yang beropaerasi di Kutim berkewajiban mewujudkan pengembangan kebun plasma sawit. Apakah itu perusahaan yang sudah lama beroperasi maupun perusahaan perkebunan yang baru memulai kegiatannya. Semua perusahaan harus mewujudkan pengembangan kebun inti dan kebun plasma,” tegas Isran Noor.

Terhadap sikap PT Etam Bersama Lestari yang belum melaksanakan ketentuan itu, Camat Sangkulirang maupun tokoh masyarakat setempat berharap segera direalisasikan, sebelum izin PT EBL dipindahtangankan kepada perusahaan yang lain. "Saya dengar PT Etam Bersama Lestari bakal menjual sahamnya ke PT Tri Putra. Ini jangan sampai terjadi sebelum mewujudkan kebun plasma untuk rakyat," tegas Palwi.

PT EBL pada tahun 2001 silam melakukan penandatanganan MoU (Memorandun of Understanding) disaksikan Bupati Kutim Awang Faroek Ishak. Ternyata ketentuan yang diberlakukan belum juga dipenuhi sampai sekarang.

“Kalau ada masalah mestinya PT EBL menjelaskan. Mereka menyatakan pemerintah tidak memberi sertifikat redistribusi lahan. Apa benar demikian? Itu harus jelas," tegas Palwi. (hms2)

72.935 HA UNTUK PERKEBUNAN

TANAH GROGOT- Sub sektor perkebunan, khususnya komoditas kelapa sawit dan karet merupakan salah satu andalan di Kabupaten Paser hingga sekarang telah secara nyata membuktikan perannya dalam peningkatan pendapatan dan perbaikan ekonomi keluarga masyarakat perdesaan.

Menurut Bupati HM Ridwan Suwidi baru-baru ini, kelapa sawit dan karet telah dikembangkan secara luas oleh masyarakat pedesaan pada 10 kecamatan di Kabupaten Paser, dan hingga saat ini areal kelapa sawit dan karet berdasarkan data telah mencapai luas 72.935 hektare yang terdiri dari perkebunan besar negara atau (PBN) seluas 13.925 hektare, perkebunan besar swasta (PBS) seluas 15.208 hektare dan perkebunan rakyat seluas 43.802 hektare.

Sedangkan program program revitalisasi perkebunan yang pencanangannya oleh menteri Pertanian pada awal Maret 2007 lalu, lebih ditekankan pada kegiatan perluasan dan peremajaan kelapa sawit serta kegiatan perluasan karet. Minat masyarakat untuk membangun perkebunan sangat besar yang ditunjukkan dengan jumlah pemohon yang saat ini untuk pengembangan kelapa sawit mencapai 84.000 hectare dan karet 85.000 hektare.

Namun menurut Bupati, harus diakui bahwa pelaksanaan program ini terkesan berjalan lamban. Karena itu, agar pihak-pihak yang berkepentingan dan terkait dalam program revitalisasi perkebunan dapat bekerjasama untuk merumuskan langkah-langkah bersama menyelesaikan berbagai kendala dengan sebaik-baiknya.

Kemudian Kepada Dinas Perkebunan, Bupati Ridwan Suwidi mengharpkan untuk lebih bekerja lebih keras dan proaktif membantu petani. Karena dengan kerja keras dan kerjasama yang lebih harmonis diantara semua pihak yang terkait, bupati optimistis gerakan daerah pengembangan perkebunan rakyat semesta melalui program revitalisasi perkebunan dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan harapan mewujudkan visi Menuju Masyarakat Paser yang agamais, berbudaya dan sejahtera. (hms)

NILAI INVESTASI KEBUN SAWIT Rp. 122 T

SENGATA- Investasi tahun berjalan pada sektor perkebunan kelapa sawit pada lahan seluas 350 ribu hektare yang direncanakan terwujud tahun 2011, diperkirakan menelan biaya dana sebesar Rp 122 triliun. Dana sebesar itu akan digunakan dalam jangka waktu 5 tahun, terhitung mulai 2007 hingga 2011 mendatang.

Angka tersebut diperoleh dari hasil penghitungan rata-tara biaya pengelolaan kebun kelapa sawit Rp 35 juta per hektare. Ini belum termasuk biaya pembangunan pendukung seperti sarana dan prasarana, seperti jalan di areal perkebunan juga pabrik crude palm oil (CPO).

Akhmadi Baharuddin, Kepala Dinas Perkebunan Kutai Timur mengatakan, investasi di sektor perkebunan membutuhkan biaya tinggi. Untuk mengatasi tingginya investasi kebun kelapa sawit sehingga pembangunan kebun kelapa sawit tetap berjalan, Akhmadi mengaku telah memiliki kiat khusus, salah satunya dengan mengucuran kredit sawit sejahtera. Dimana penysalurannya melalui lembaga keuangan seperti perbankan. Kebijakan Direktorat Perkebunan yang mengeluarkan keputusan mengenai batasan angka kredit untuk pembangunan kebun sawit sebesar Rp 29.630.000 per hektare, khususnya di wilayah lima, yakni Kalimantan. Namun angka kredit tersebut dinilai terlalu kecil dan tidak cukup untuk membiayai pembangunan kebun sawit untuka areal satu hektare.

“Perlu ada kesepakatan penyusuaian logis untuk diusulkan kepada direktorat perkebunan mengenai standar kredit pembangunan kebun sawit,” ujarnya.

Baru-baru ini telah dilakukan rapat koordinasi yang membahas kalkulasi biaya pembangunan kebun sawit yang dilaksanakan di hotel Kutai Permai, Sengata. Rapat ini diikuti pihak-pihak yang terkait dengan pembangunan kelapa sawit dari tiga zona yang ada di Kutim. Diantaranya dari wilayah pantai, wilayah tengah dan wilayah pedalaman. Dengan tingkat kebutuhan pembiayaan yang bervariasi, rapat koordinasi akhirnya menyepakati penetapan besar biaya pembangunan kebun sawit per hektare. Untuk wilayah pantai yang terdiri dari kecamatan Sangkulirang, Sandaran, Karangan,dan Kaliorang, tim menyapakati biaya per hektare sebesar Rp 36.080.000. Sedangkan untuk wilayah tengah (Bengalon dan Telen) tim menyimpulkan biaya kebun sawit untuk saat ini menghabiskan Rp 38.976.000 per hektare. Sedangkan untuk wilayah pedalaman biaya yang ditetakan lebih tinggi lagi, yakni sekitar Rp 48 juta per hektare. Penyebab kenaikan biaya pengolahan kebun sawit ini karena adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Menurut Akhmadi, penetapan plafon biaya yang dikeluarkan direktorat jenderal perkebunan tidak sesuai dengan kondisi pengolahan di lapangan. Hal inilah yang melandasi pembuatan kesepakatan standar biaya pengolahan kebun sawit.

“Kita pikir perlu dilakukan pertemuan untuk menetapkan angka biaya pengelolaan kebun sawit per hektare. Mungkin Jumat (8/8) kita akan membahas ini lagi,” undang Akhmadi Baharuddin. (hms2)

PETANI SAWIT KELUHKAN MINIMNYA PABRIK PENGOLAHAN

TANAH GROGOT– Petani kelapa sawit di Kabupaten Paser mengeluhkan hasil produktivitas sawit tidak diimbangi dengan kemampuan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit. Keadaan itu membuat petani sawit sering merugi lantaran hasil panennya yang tak tertampung di pabrik pengolahan. “Kondisi ini bisa dilihat dari banyaknya antrean kendaraan pengangkut tandan buah segar di pabrik. Hal seperti ini selalu terjadi setiap tahun dan tidak ada penyelesaiannya,” ungkap petani Kelapa Sawit di Desa Kayungo, Wigno, Selasa (5/8).

Pada tahun-tahun sebelumnya, banyak TBS yang busuk dan dibakar begitu saja oleh petani karena frustrasi. Alasan selalu sama yakni terjadi overload atau kapasitas pabrik yang tak mampu menampung hasil panen petani.
Setiap musim panen raya tiba, justru mendatangkan kerugian pada sebagian petani. Mereka harus membayar tambahan uang antrean atau untuk tunggu untuk kendaraan pengangkut TBS. Menurut Wigno, uang antrean tersebut berkisar antara Rp300-Rp500 per retasi dengan tonase 5-7 ton. “Kalau tidak berkorban mengasih uang antrean, resikonya jadi lebih besar. Buah kita tidak ada yang mau angkut, kalau kelamaan jelas membusuk dan tidak diterima pabrik,” lanjutnya.
Ditambahkannya, ketika panen meledak terkadang petani dikenakan sortasi secara sepihak oleh perusahaan. Bahkan adakalanya petani kelapa sawit diberi batasan jumlah TBS karena kapasitas pabrik yang tidak bisa menampung hasil panen kelapa sawit petani.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Sawit Mulyo Kayungo, Khundori menilai persoalan pabrik bukanlah satu-satunya masalah ekonomi petani tetapi lebih kepada tata kelola perkebunan sawit yang sangat buruk. “Kekurangan pabrik adalah salah satu faktor yang membelitkan ekonomi petani. Luasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Paser saat ini sekitar 65 ribu hektar, belum terhitung luas kebun kelapa sawit petani swadaya murni. Dari luasan itu, hanya empat pabrik kelapa sawit (PKS,red) yang ada,” ujarnya.
Dari empat PKS, tiga diantaranya milik PTPN XIII yang terdiri dari PKS Long Kali, PKS Samuntai dan PKS Long Pinang. Ketiga PKS itu berkapasitas 150 ton/jam dan satu PKS swasta dengan kapasitas 30 ton/jam. “Hal ini juga menunjukkan bahwa Kaltim tidak memiliki desain pengelolaan perkebunan yang lebih baik. Perusahaan dan pemerintah hanya menginginkan pembukaan lahan perkebunan tetapi tidak pernah memikirkan persoalan petani kelapa sawit,” imbuh Khundori.
Menurutnya, hal yang menjadi masalah dalam perkebunan kelapa sawit saat ini adalah persoalan konflik lahan perkebunan antara perusahaan dan masyarakat serta masalah tata kelola perkebunan yang sudah dibangun termasuk persoalan kesejahteraan petaninya. (atw)

RIBUAN BURUH KELAPA SAWIT DI PASER MOGOK

Ribuan Buruh kelapa sawit di paser Mogok

Selasa, 26 Agustus 2008

TANAH GROGOT- Sekitar 1.400 karyawan PT Pradiksi Gunatama yang tergabung
dalam Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Paser menggelar aksi mogok
kerja dimulai Jumat (21/8) lalu. PT Pradiksi Gunatama merupakan perusahaan
perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Petangis, Batu Engau, Paser.
Wakil Ketua DPC SBSI Paser Sultan Makaratte mengatakan, aksi mogok kerja itu
dilatarbelakangi penolakan karyawan atas keputusan direksi yang akan
mengalihkan status mereka menjadi karyawan koperasi.

"Aksi ini dilakukan akibat keinginan perusahaan yang akan memindahkan
karyawan ke koperasi secara menyeluruh. Penolakan karyawan ini dibenarkan UU
No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tapi perusahaan tetap ngotot mau
melakukannya," ungkap Sultan kepada Koran Kaltim.
Menurutnya, perusahaan berdalih bahwa hal itu sudah menjadi keputusan
direksi yang berkedudukan di Malaysia. "Mereka tidak mau tahu dengan
peraturan di Indonesia," sambat Sultan.
Dengan adanya keputusan tersebut, nasib ribuan karyawan tak menentu. Sebab,
akan banyak kerugian yang harus ditanggung jika mereka benar-benar dialihkan
ke koperasi.
"Pertama, koperasi tidak bisa terlalu menjamin masalah gaji. Kedua,
undang-undang juga menyebutkan karyawan yang sifatnya berhubungan langsung
dengan produksi tidak boleh di outsourching-kan. Jelas dilarang!" terangnya.
Dengan adanya aksi ini, dipastikan aktivitas perusahaan telah terhenti sejak
5 hari lalu. Karena, aksi mogok kerja ini melibatkan seluruh karyawan.
"Perusahaan jelas merugi, karena tandan buah segar (TBS) tidak dipanen.
Semua mogok. Aksi ini akan kami lakukan sampai perusahaan taat dengan
undang-undang," lanjut Sultan.
SBSI Paser mengharapkan pemerintah tegas menyidik perusahaan bersangkutan
sesuai undang-undang. "Bahwasanya melanggar hukum di negara kita, tentunya
harus diberikan peringatan dan lain-lain. Bupati Paser pun telah mengimbau
perusahaan mentaati peraturan," pungkasnya. (atw)

TNI POLRI DAPAT LAHAN SAWIT DI KUTAI TIMUR

Samarinda - Jajaran TNI dan Polri di Kalimantan Timur bakal merasakan
manisnya pendapatan dari komoditi kelapa sawit setelah pada tahun ini mereka
akan mendapatkan kebun plasma seluas 1.750 hektar di Kabupaten Kutai Timur
secara gratis.

Informasi mengenai bagi-bagi lahan sawit untuk TNI-Polri itu diungkapkan
oleh Bupati Kutai Timur Awang Faroek Ishak, di Samarinda, Kamis. Kebun
plasma yang diberikan itu berada dalam areal PT Gunta Samba, salah satu
investor yang mengembangkan kebun kelapa sawit di Kutai Timur.

"Total kebun plasma yang diberikan perusahaan sebenarnya seluas 3.500
hektar, dan sekitar 1.750 hektar untuk TNI dan Polri di Kaltim," katanya.

Ia membeberkan, TNI AD mendapatkan jatah seluas 1.000 hektar yang
dibagi-bagi untuk Kodam VI/Tanjungpura, Korem 091/Aji Suryanata Kesuma,
Kodim 0909 Sangatta, dan Yonif 611/Awang Long Samarinda. Selain itu,
Pangkalan TNI AL (Danlanal) Sangatta juga mendapat jatah 250 hektar.

"Lokasinya di Kecamatan Kombeng dan Karangan," ujarnya.

Sedangkan, jajaran Polri mendapatkan lahan seluas 500 hektar yang dibagi
untuk Polda Kaltim dan Polres Sangatta.

Ia menambahkan, institusi kejaksaan dan pengadilan di Kutai Timur juga
mendapatkan jatah dengan besaran yang lebih kecil.

"Hasil dari kebun sawit tentunya akan dijual ke perusahaan PT Gunta. Dalam
hal ini Pemda hanya sebagai fasilitator," katanya.

Menurut dia, penanaman perdana kebun plasma tersebut akan dilaksanakan pada
tanggal 4 Maret mendatang. Penanaman lahan sawit TNI-Polri itu akan
berbarengan dengan penanaman kebun plasma untuk Koperasi Pegawai Negeri
Sipil (PNS) Kutai Timur, yang juga mendapat bagian dari jatah lahan 3.500
hektar.

"Saya ingin mensejahterakan pegawai saya, ya sekalian yang lainnya juga,"
kata Awang ketika ditanya alasan bagi-bagi lahan sawit itu.

Bagi-bagi kebun sawit di Kutai Timur menimbulkan sejumlah pertanyaan,
terutama terkait keterlibatan jajaran TNI yang kini diharuskan bersikap
profesional dan diharamkan untuk berbisnis.

Namun, Kepala Staf Korem 091/Aji Surya Natakesuma Letkol Inf. Puguh Raharjo
membantah pemberian lahan sawit itu adalah indikasi bahwa TNI di Kaltim
terlibat di dalam bisnis.

"Kita tidak berbisnis. Kalau berbisnis itu kita membentuk badan usaha, dan
mengelola sendiri untuk keuntungan," katanya.

Puguh mengatakan, hingga kini belum ada kejelasan tentang bagaimana bentuk
pengelolaan kebun sawit tersebut nantinya. Ia berkeyakinan, pengelolaan
tetap dilakukan oleh perusahaan karena TNI AD tidak mungkin mengelolanya.
[Ant/L1]