Media Informasi tentang Perkebunan Kelapa Sawit Di Kalimantan Timur

Selasa, 09 September 2008

PETANI SAWIT KELUHKAN MINIMNYA PABRIK PENGOLAHAN

TANAH GROGOT– Petani kelapa sawit di Kabupaten Paser mengeluhkan hasil produktivitas sawit tidak diimbangi dengan kemampuan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit. Keadaan itu membuat petani sawit sering merugi lantaran hasil panennya yang tak tertampung di pabrik pengolahan. “Kondisi ini bisa dilihat dari banyaknya antrean kendaraan pengangkut tandan buah segar di pabrik. Hal seperti ini selalu terjadi setiap tahun dan tidak ada penyelesaiannya,” ungkap petani Kelapa Sawit di Desa Kayungo, Wigno, Selasa (5/8).

Pada tahun-tahun sebelumnya, banyak TBS yang busuk dan dibakar begitu saja oleh petani karena frustrasi. Alasan selalu sama yakni terjadi overload atau kapasitas pabrik yang tak mampu menampung hasil panen petani.
Setiap musim panen raya tiba, justru mendatangkan kerugian pada sebagian petani. Mereka harus membayar tambahan uang antrean atau untuk tunggu untuk kendaraan pengangkut TBS. Menurut Wigno, uang antrean tersebut berkisar antara Rp300-Rp500 per retasi dengan tonase 5-7 ton. “Kalau tidak berkorban mengasih uang antrean, resikonya jadi lebih besar. Buah kita tidak ada yang mau angkut, kalau kelamaan jelas membusuk dan tidak diterima pabrik,” lanjutnya.
Ditambahkannya, ketika panen meledak terkadang petani dikenakan sortasi secara sepihak oleh perusahaan. Bahkan adakalanya petani kelapa sawit diberi batasan jumlah TBS karena kapasitas pabrik yang tidak bisa menampung hasil panen kelapa sawit petani.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Sawit Mulyo Kayungo, Khundori menilai persoalan pabrik bukanlah satu-satunya masalah ekonomi petani tetapi lebih kepada tata kelola perkebunan sawit yang sangat buruk. “Kekurangan pabrik adalah salah satu faktor yang membelitkan ekonomi petani. Luasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Paser saat ini sekitar 65 ribu hektar, belum terhitung luas kebun kelapa sawit petani swadaya murni. Dari luasan itu, hanya empat pabrik kelapa sawit (PKS,red) yang ada,” ujarnya.
Dari empat PKS, tiga diantaranya milik PTPN XIII yang terdiri dari PKS Long Kali, PKS Samuntai dan PKS Long Pinang. Ketiga PKS itu berkapasitas 150 ton/jam dan satu PKS swasta dengan kapasitas 30 ton/jam. “Hal ini juga menunjukkan bahwa Kaltim tidak memiliki desain pengelolaan perkebunan yang lebih baik. Perusahaan dan pemerintah hanya menginginkan pembukaan lahan perkebunan tetapi tidak pernah memikirkan persoalan petani kelapa sawit,” imbuh Khundori.
Menurutnya, hal yang menjadi masalah dalam perkebunan kelapa sawit saat ini adalah persoalan konflik lahan perkebunan antara perusahaan dan masyarakat serta masalah tata kelola perkebunan yang sudah dibangun termasuk persoalan kesejahteraan petaninya. (atw)

Tidak ada komentar: